1915 Arts-Koffie-Huis: Sebuah Hidden Gems



Tempat makan cantik dan coffee shop di Salatiga sempet bikin aku agak heran, karena aku nggak expect akan menemukan banyak tempat yang bagus setelah balik dari 4 tahun tinggal di Solo. Ternyata merk-merk franchise udah banyak, dan coffee shop lokal pun banyak yang menyediakan tempat yang pe-we banget. Salah satunya yang aku baru discover beberapa waktu lalu. Pas masih muter-muter nyari di maps, aku nyebut namanya "Koffie Huis". Ternyata kepanjangan nama coffee shop ini adalah 1915 Arts Koffie Huis.

Sempet agak nggak yakin waktu sama dua temen SMA yang sama-sama udah 4-5 tahun merantau cari tempatnya di maps sebelum jalan. Menurut petunjuk di maps, tempatnya ada di pinggir jalan kecil, tapi agak masuk gang. Waktu coba dilihat ancer-ancernya via street view, nggak ada bangunan dengan plang apapun, isinya cuma rumah-rumah biasa sama toko-toko semi permanen. Tapi kita tetep jalan, dengan plan B kalau nggak ketemu yaudah pindah ke coffee shop yang udah pernah kita kunjungin aja.

Hamdalah, ternyata tempatnya memang ada sesuai maps, dan emang nggak dipinggir jalan persis.

Lokasinya ada di daerah belakang Ramayana Salatiga, jalan tempat angkot-angkot biasanya pada mangkal, atau sesuai di maps namanya Jl. Buk Suling. Kalau dari arah Ramayana, nggak jauh dari tempat angkot mangkal, ada jalan naik terus tikungan. Nah, pas di tikungan itu ada gang kecil, masuk gang itu dikit banget, sekitar 5 meter lah, di sebelah kanan gang ada bangunan kuno khas peninggalan Belanda dan ada plang di pagarnya "1915 Arts Koffie Huis". Kalau nggak ada plang di situ, aku akan mengira kalau tempat itu rumah biasa, saking banyaknya bangunan peninggalan Belanda di Salatiga.

Tempatnya nyaman banget. Parkir di halaman depan, masih kerasa kayak masuk halaman rumah orang, karena waktu itu kita sampai di sana sekitar jam 2 siang, sepi banget. Belakangan setelah cek Google, kita baru tau kalau ternyata tempatnya emang baru buka jam 2 siang. Halamannya nggak begitu luas, tapi cukup kalau mau bawa keluarga ke sini, ada beberapa bangku juga di bagian halaman.

Bangunannya tinggi karena kita perlu naik tangga sebelum sampai di teras depannya yang merupakan bar dan kasir. Sekali lagi, nggak ada orang, cuma ada seperangkat meja bar, mesin kasir, stoples-stoples isi berbagai jenis daun teh dan biji kopi. Di belakang meja ada kabinet tempat gelas-gelas dan cangkir-cangkit, terus di samping bar ada papan tulis tinggi tempat menu-menu ditulis.




Untungnya, sebelum kita semakin merasa sembarangan masuk rumah orang, segera ada mbak-mbak (yang ternyata adalah temen satu SMA yang beda kelas) yang datang. Setelah pilih-pilih menu, kita pesen masing-masing kopi, teh, matcha, chicken snitzel dan pasta carbonara.

Selesai buat pesanan, kita masuk ke dalam "rumah Belanda" dan ternyata interiornya asik banget. Kalau aku bilang sih hampir seluruh temboknya dipenuhin bingkai-bingkai lukisan. Nggak terlalu banyak meja kursi di dalam, jadi kerasa cukup eksklusif. Awalnya aku kira yang punya coffee shop ini mungkin kolektor lukisan, dan lukisan-lukisan yang dipajang adalah koleksi lukisannya dari berbagai penjuru dunia. Tapi setelah tanya-tanya sama waitressnya, ternyata lukisan-lukisan yang ada, semuanya, adalah hasil karya ownernya.



Tempatnya menyenangkan banget, emang didesain buat tempat kumpul yang nyaman. Aku sama temen-temenku bahkan sampai 7 jam ngobrol doang di sana. Peak hournya mulai jam 5 sore sampai sekitar jam 9 malem. Tapi waktu semua meja penuh pun nggak kerasa sesak karena emang spacenya sangat luas. Bahkan di meja sebelah waktu itu ada rombongan keluarga yang cukup banyak, tapi tetap nggak kerasa terlalu ramai atau berisik.




Menunya juga oke sih, terutama tehnya. Kopinya, karena yang aku pesan adalah americano pake biji gayo, jadi emang masih sangat aman, rasanya enteng. Matchanya agak enek karena kebanyakan susu, tapi kalau emang lebih suka minuman yang milk-based mungkin bakal suka matcha di sini. Tehnya, enak banget. Kita bahkan coba pesen varian teh yang lain, dan tetep enak.

Makanannya tipe-tipe masakan rumahan. Agak kurang sebenarnya kalau dibandingin coffee shop lain. Makanannya kayak makanan yang kita bikin di rumah waktu punya banyak waktu gitu, tapi menurutku masih okay.


Oh iya, di sini ada tempat solatnya, jadi tetep bisa ngobrol selama 7 jam dengan tenang.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Pernah Kamu Semogakan sampai Kamu Sendiri Lupa Apa II : Selangkah Lagi Jadi Awardee LPDP

Kilas Balik 2017

Semeja Bar and Kitchen: Steak Pasar Salatiga