Lampion dan Imlek di Pusat Ibukota Jawa Tengah



Liburan semester udah dimulai sejak awal Januari kemarin, tapi agendaku dari kemarin malah membusuk di rumah lantaran nggak tau mau ke mana dan nggak ada yang bisa diajak ke mana-mana. Ibu dan Bapak nggak libur, adikku yang masih SMP juga rajin banget setiap hari ke sekolah, kakakku sibuk nyiapin magang. Jadi aku nungguin rumah supaya nggak pergi ke mana-mana sambil melakukan sesuatu yang tidak jelas faedahnya.

Rencana liburan ke Jakarta sejak semester kemarin batal karena, tadi, kakakku sibuk mau magang, sementara Ibu terlalu takut kalau aku diculik dan diperjualbelikan sehingga nggak membolehkan aku pergi sendiri. Aku udah hopeless buat keluar dari rumah, sampai akhirnya ada kejadian kecil sebelum kakakku mulai magang.

Jadi, setiap magangers (nggak tau apa bahasa formalnya) diwajibkan pakai pakaian formal, jadi big no buat jeans dan kaos oblong, semuanya harus pakai celana bahan sama kemeja. Nah, celana kain kakakku semuanya ada di rumahnya di Semarang (fyi ini nggak penting banget tapi kakakku kuliah di Semarang sehingga hampir semua barangnya udah diangkut ke sana). Dua hari sebelum mulai magang, dia sama Bapak sempet muter-muter Salatiga (fyi lagi hahaha aku sekeluarga sejak Bapak-Ibu menikah tinggal di Salatiga) tapi nggak nemu celana bahan yang pas. Bapak nawarin celana bahan tapi semua celana Bapak gede banget, dan Bapak pasti marah-marah kalau celananya dipermak sama kakakku. Jadilah satu hari sebelum masuk magang, kakakku berencana ke Semarang buat ambil celana. Dia ngajak aku, dan akhirnya kita berencana buat jalan-jalan sekalian, mengingat aku sudah terlalu busuk di rumah.

Kita berangkat jam 8.00 dari rumah, pakai motor biar greget, dan sampai di Banyumanik jam 9.00 lebih dikit. Itu bukan rumah kakakku, tapi rumah salah satu eyangku yang udah cukup lama nggak ada, anak-anaknya pada sibuk di Jakata dan rumahnya sampai sekarang dihuni oleh rewang (biasanya disebut pembantu, tapi aku tidak tega) sekeluarganya yang dulu suaminya juga merupakan sopir eyangku. Karena kakakku kuliah di Semarang dan dia masuk universitas swasta yang, emang, nggak ada yang murah, Ibu melarang keras kakakku untuk tinggal di indekos yang akan memakan biaya, jadilah kakakku tinggal di situ. Hehe. Ini kenapa jadi ngomongin macem-macem ya.

Kakakku ngambil celana kainnya, dan jam 9.30 kita langsung jalan-jalan ke Semarang bawah. Awalnya, kita mau ke Citra Grand dulu, karena aku lihat postingan temen di instagram dan ada bianglala di situ (fyi yang nggak penting lagi hehe aku suka banget naik bianglala). Kakakku setuju-setuju aja dan kita langsung ke Citra Grand dari Banyumanik.

Citra Grand, kalau kata kakakku, letaknya di Undip Bawah. Tapi maksudnya bukan Undip Pleburan juga sih. Kemarin kita lewat gapura Undip, terus lampu merah pertama belok kanan, jadi nggak lurus dan nggak masuk Undip. Kita ngelewatin jalan yang nggak rapi, dan mulai masuk daerah Metesih, namanya hampir sama kayak desa di bawahnya Tawangmangu, bedanya di sini super panas. Kita lurus terus di jalan-yang-kecil-tidak-beraturan-tapi-cukup-ramai itu sampai ke jalan raya, kayaknya udah jalan utama, dan belok kiri. Luruuuuus terus sampai di kanan jalan ada tulisan besar Citra Grand, City of Festival, udah tinggal masuk aja dan kamu akan langsung bisa melihat bianglalanya. Sayangnya, waktu itu sepi dan panas banget. Ternyata, Citra Grand emang ramai kalau malem, kakakku tau itu dan dia baru ngomong setelah kita sampai di depan bianglala dan nggak ngapa-ngapain, turun dari motor pun enggak. Kan males. Akhirnya kita cuma foto di atas motor bentar terus pergi lagi.


Penampakan Citra Grand Malem-Malem, foto dari sini

Kita cari makan dulu karena, nggak tau kenapa, tiba-tiba laper aja. Akhirnya kita makan di warteg sekitaran Simpang Lima, setelah jajan es di Mal Ciputra. Sebenernya mau makan di Ciputra juga tapi kasian dompetnya menangis. Hehe. By the way, kalau kalian belum pernah ke Semarang dan mau foto dengan latar belakang Simpang Lima secara keseluruhan (ini apa banget tapi semoga bermanfaat bagi sebagian orang hahaha) kalian bisa naik ke lantai 6 Mal Ciputra, yaitu ke parkiran mobil, dan foto di sana. Sebenernya bisa juga dari lantai 7, tapi itu rooftop, jadi panas banget apalagi kalau siang, bisa membakar kepala.

Ini nggak penting, tapi siapa tau ada yang pengen foto background Simpang Lima hehehehe

Setelah makan di warteg, yang cuma habis 17.000 rupiah doang buat berdua, kita ke Sam Poo Kong. Jadi, dari daerah Simpang Lima, kita ke Tugu Muda, nah dari Simpang Lima sebelum sampai ke Tugu Muda ada kawasan Jalan Pandanaran yang merupakan pusat oleh-oleh, jadi di sepanjang jalan ini berderet toko-toko oleh-oleh yang mayoritasnya jual Lumpia, sampai bosen bau lumpia, ada kantor Suara Merdeka juga (fyi doang sih, soalnya dulu pernah ke situ jadi recognise aja hehe). Nah kalau udah sampai di lampu merah di depan Tugu Muda, kita bisa menemukan Lawang Sewu di sebelah kiri (maaf ya nggak pake arah mata angin karena, seriusan, buta banget arah mata angin kalau bukan di rumah). Tau kan Lawang Sewu? Aku udah tiga kali ke situ jadi bosan, tapi akan aku tulis di post selanjutnya, karena gabut aja gitu hehe.

Nah, dari Tugu Muda nanti belok kanan, jangan belok kiri karena jalannya satu arah. Di situ nanti  masuk ke Jl. DR. Sutomo IV, ikutin jalan aja terus sampai ada pertigaan di sekitar Rumah Sakit Kariadi, di situ belok kanan dan masuk ke Jalan Kaligarang. Ikutin jalan terus sampai nyebrangin sungai besar yang merupakan Bendungan Banjir Kanal Barat, atau Kanal Banjir Barat, terserah. Setelah nemu sungai itu nanti ada lampu merah di pertigaan, nah belok kanan, jangan ngebut-ngebut, Sam Poo Kong ada di kanan jalan, sebelum lampu merah pertama yang akan kalian temui. Jadi, kalau kalian udah nemu lampu merah lagi, berarti kalian keblabasan. Simplenya bisa ikutin google maps yah. Deskripsi di atas dibuat untuk orang-orang yang nggak suka pake google maps, entah apa alasannya tapi emang ada, karena jarang ada plang ijo yang ngarahin orang ke Sam Poo Kong.

Masuk Sam Poo Kong pakai motor atau mobil sama, portal tempat ngambil karcis parkir jadi satu, parkirannya juga sebelahan, jadi nggak usah bingung kalau kamu naik motor dan depan kamu mobil, kamu nggak salah portal. Parkirannya terbuka, jadi kalau ke sini naik motor berdoa aja nggak hujan, karena kalau hujan harus dicuci, kalau enggak karatan. Sialnya, kemarin hujan.

Setelah parkir motor, kita bisa foto-foto dulu di tulisan besar Sam Poo Kong, atau bisa langsung beli tiket masuk. Harga tiket buat anak-anak (pelajar sampai SMP kalau nggak salah) cuma 3.000 rupiah, dewasa 5.000 rupiah, untuk turis asing masih dapet murah yaitu 10.000 rupiah. Tapi tarif itu bener-bener murni untuk foto-foto di luar bangunan kelenteng doang. Karena sebenernya kelenteng ini masih digunakan buat tempat ibadah. Tapi, kalau penasaran banget pengen masuk, tiketnya seharga 20.000 rupiah buat turis lokal, kalau pengen pakai guide jadi 35.000 rupiah, sementara buat turis asing tiket masuknya 30.000 rupiah. Jadi kalau kalian ngajak temen kalian yang merupakan warga negara asing, atau mungkin kalian part time jadi tourist guide (nggak tau kenapa aku pengen banget jadi part timer tourist guide hehehe), atau mungkin kalian jadi volunteer organisasi yang punya project sosial untuk mahasiswa asing, harga tiket masuk perlu diperhatikan, karena nggak semua orang asing yang datang ke sini mau menghambur-hamburkan uang tanpa perhitungan, banyak yang perlu dikasih penjelasan tentang bedanya tarif masuk kita dan tarif masuk dia. Ini nggak bercanda ya, berdasarkan pengalaman, hehe. Oh iya, tarif parkir 2.000 rupiah ya, untuk motor, nggak tau kalau mobil.

Setelah bayar dan dapet tiket, kita bisa masuk dan foto-foto di beberapa kelenteng di Sam Poo Kong. Ada spot-spot yang instagramable, misal gerbang ini

Banyak yang mengira ini dinding waktu pertama lihat foto-foto di instagram, tapi ini sebenernya pintu gerbang.

Referensi foto dengan background pintu gerbangnya hehe

Aku ke sini hari Selasa jadi nggak begitu ramai. Tapi masih ada lampion-lampion yang menggantung di area kelenteng jadi suasananya kerasa nggak sepi banget.
Fotonya dari pinggir karena hujan


Area kelentengnya bersih banget, nggak tau karena sepi atau emang pengunjungnya pada sadar kebersihan.

Oh iya, banyak yang percaya kalau kelenteng Sam Poo Kong ini adalah tempat persinggahan Laksamana Cheng Ho. Pernah dengern namanya? Kalau sama sekali nggak pernah, mungkin kamu kebanyakan nonton kartun. Sepengetahuanku Laksamana Cheng Ho adalah pengembara Islam dari Tiongkok. Apa yang menyebabakan Laksamana Cheng Ho sampai di kawasan Sam Poo Kong bisa searching di google buat info yang lebih akurat.

Kita keluar dari Sam Poo Kong sekitar jam 14.00-an, dan langsung pulang. Enggak langsung pulang juga sih. Kita mampir di Vihara Buddhagaya, atau beberapa orang menyebutnya Vihara Dewi Kwan Im. Orang-orang yang sering perjalanan Solo-Semarang atau sebaliknya pasti sering lihat vihara ini. Letaknya udah bukan di Semarang bawah melainkan Semarang Atas, tepatnya di Banyumanik, seberangan sama Markas Kodam IV/Diponegoro. Kalau dari arah Semarang ada di kiri jalan, dan sebaliknya kalau dari arah Solo.


Agak lepas dari judul nggak apa-apa ya, karena yang ini bagus juga.


Masuk ke vihara ini, kita nggak beli tiket dulu kayak di Sam Poo Kong. Ada petugas yang ngasih semacam nomor untuk tiap kendaraan yang masuk. Parkir pun nggak ada karcis khusus. Jadi, bener-bener satu pintu buat parkir sama masuk ke area vihara, dan nggak bayar di muka, tapi waktu ngembaliin nomor yang dikasih petugas tadi waktu kita keluar kita akan ditarikin biaya sukarela, dan itu bener-bener sukarela.

Vihara ini lebih sepi daripada Sam Poo Kong, mungkin karena bukan hari libur, jadi puas banget foto-foto tanpa orang bersliweran. Setelah keluar dari area parkir, akan ada pintu gerbang yang maksa banget buat difoto. Nggak segede gerbang instagramablenya Sam Poo Kong, tapi gerbang yang ini lucu juga.

Seriusan, kalau fotonya nggak miring ini bagus.


Di vihara ini, sepenglihatanku, ada dua bangunan utama, yaitu pagoda dan satu bangunan lagi, aku kurang tau bangunan satu lagi disebutnya apa, tapi bentuknya juga rumah ibadah gitu.



Ini pagoda yang keliatan dari jalan raya.

Ini bangunan lainnya di kompleks vihara.

Ada patung Buddha di dalam bangunan yang satunya.

Beda sama Sam Poo Kong, yang kita nggak boleh sembarangan masuk ke kelentengnya, di vihara ini kita boleh masuk ke pagoda ataupun viharanya untuk lihat-lihat, tapi alas kakinya jangan lupa dilepas ya, ada peringatannya kok di pintu masuk pagoda dan viharanya. Aku kurang tau ada apa aja di dalamnya, karena nggak sempet masuk, udah sore banget dan mendung banget. Tapi aku sempet lihat sekilas patung Buddha yang cukup besar di bangunan satunya pagoda.

Jalan-jalan ke dua tempat ini nggak makan waktu yang lama karena jarak keduanya emang nggak jauh banget. Karena dua-duanya adalah tempat ibadah, kita yang cuma mau numpang foto harus menghormati orang-orang yang niatnya emang mau ibadah. Jangan yang nggak boleh masuk tapi tetep masuk, yang suruh nyopot alas kaki malah asal dipakai, semua ada tempat dan aturannya. Dikasih space buat foto cantik aja udah makasih banget.

Yeay.

See you on next post!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Pernah Kamu Semogakan sampai Kamu Sendiri Lupa Apa II : Selangkah Lagi Jadi Awardee LPDP

Kilas Balik 2017

Semeja Bar and Kitchen: Steak Pasar Salatiga