Ada Apa di Lawang Sewu?
Gambar dari sini
Karena di post sebelumnya nyinggung-nyinggung Lawang Sewu, jadi karena gabut aku tulis sekalian deh soal salah satu aset peninggalan Belanda di Semarang ini. Nggak heran kalau banyak yang tau soal Lawang Sewu, karena tempat ini udah masuk TV nasional berulang-ulang kali. Apalagi soal misteri ruang bawah tanahnya, yang sering banget dijadiin tempat uji nyali buat acara-acara misteri. Rekayasa atau bukan, mungkin kamu bisa buktikan sendiri.
Aku udah ke Lawang Sewu tiga kali, dan ke ruang bawah tanahnya dua kali. Pertama kali ke sana sekitar 4 tahun yang lalu, waktu itu masuk SMP kelas 3. Yang kedua sekitar 3 tahun lalu, waktu SMA kelas 1, dan terakhir sekitar beberapa bulan yang lalu, karena diajak temen yang pengen banget ke Lawang Sewu.
Nemuin lokasi Lawang Sewu ini gampang banget. Tinggal ikutin plang ijo ke Tugu Muda bagi kalian yang nggak suka pakai google maps atau aplikasi sejenisnya, dan tinggal ikutin instruksi google maps aja bagi kalian yang mengandalkannya. Letaknya persis di seberang Tugu Muda, di sebelah gedung Pandanaran. Kalau kalian ke sini naik kendaraan, jangan asal masuk ke gerbangnya ya, karena parkirannya bukan di dalam area Lawang Sewu. Buat motor, parkiran ada di sebelah Lawang Sewu, kalau kalian lurus habis Lawang Sewu ada sungai, nah belok di jalan kecil antara Lawang Sewu dan sungai itu, di situ tempat parkir motor. Tapi hati-hati, sungai itu dulu tempat membuang jasad-jasad tahanan yang udah dipenggal di Lawang Sewu, itu kata mas-mas guide 4 tahun yang lalu. Kalau kalian naik mobil, bisa tanya orang parkirnya di mana karena aku juga kurang tau hehe. Kalau kalian naik bus pariwisata, nggak usah tanya-tanya, pasti sopirnya udah tau di mana dia harus parkir.
Sebelum bener-bener masuk Lawang Sewu, kalian harus beli tiket, loketnya tepat di gerbang masuk, jadi kalau ada gerbang yang nggak ada loket tiketnya, berarti itu gerbang keluar, serius. Harga tiket buat anak-anak 5.000 rupiah, buat dewasa 10.000 rupiah, terus ada kategori lain yang lebih mahal, aku lupa, kebiasaan kalau baca harga cuma sampai kategori dewasa, padahal belum dewasa. Setelah dari loket tiket nanti, ada semacam portal buat masuk ke halaman Lawang Sewu, di situ tempat pengecekan tiket, sama kalau dulu juga jadi tempat guide menawarkan diri. Sekarang mungkin masih, tapi kemarin nggak ada guide yang menawarkan diri ke aku. Mungkin karena nggak rombongan.
Lawang Sewu dibagi jadi 3 bangunan, selain kantin, dengan 2 bangunan yang keliatan gede. 1 bangunan lainnya kecil doang, yang di bawah pohon, itu museum yang isinya gambar arsitekturalnya Lawang Sewu. Di depan gedung itu, kamu bisa lihat sekelompok orang ber-keroncong di bawah pohon, kamu bisa masukkan uang ke dalam stoples di depan mereka kalau kamu terhibur. Sementara 2 bangunan besar lainnya museum kereta api, karena dulu Lawang Sewu adalah kantor kereta api (atau stasiun?).
Dulu waktu aku pertama ke sini, cuma 1 bangunan besar aja yang boleh dikunjungi, bangunan satunya masih direnovasi. Waktu dua kali ke sini, pas SMA, juga sama. Kemarin terakhir ke sini akhirnya bangunan besar yang satunya udah dibuka untuk umum, tapi yang lantai satu aja, yang lantai dua masih ditutup, kurang tau bakal dibuka apa enggak.
Ini bangunan yang dulu ditutup tapi sekarang udah dibuka, bukan gambar pribadi, dapet dari sini
Disebut Lawang Sewu (artinya Pintu Seribu, atau Seribu Pintu, terserah kalian enak yang mana), peninggalan Belanda ini emang punya banyak pintu. Tapi nggak tau beneran ada seribu atau enggak, mungkin kamu bisa hitung sendiri.
Karena aku nggak tau tiap bangunan punya nama khusus atau enggak, di artikel ini, bangunan yang udah dibuka dari dulu akan aku sebut sebagai gedung 1 dan bangunan yang dulu direnovasi dan sekarang udah dibuka lantai 1nya doang akan aku sebut gedung 2.
Pertama, di gedung 1. Aku pertama kali masuk bangunan ini 4 tahun lalu, dan sampai beberapa bulan yang lalu bangunannya masih sama. Bedanya, dulu nggak ada yang jualan souvenir, dan sekarang ada.
Deretan pintu di gedung 1
Kamu mungkin pernah lihat foto tentang lawang sewu di mana ada lubang pintu berjejer-jejer? Nah itu bisa kamu temukan di gedung satu, karena cuma beberapa ruangan aja yang digunakan buat memajang diorama sama papan info soal dulunya Lawang Sewu. Jadi, kamu bisa foto lubang-lubang pintu yang berjajar tanpa gangguan apa pun, kecuali kalau ada orang lewat.
Ada lorong di tengah-tengah gedung 1 ini yang meghubungkan ruangan-ruangan di muka dan ruangan-ruangan di bagian belakang. Nah ruangan di muka itu yang jadi museum tadi, sementara ruangan-ruangan di bagian belakang kosong, kata guide waktu aku ke sini jaman SMA, ruangan-ruangan itu dulunya ruang dansa, dan sampai sekarang sebenernya masih ada meja sama kursinya, tapi cuma beberapa orang aja yang bisa lihat, guidenya juga selalu jalan di tengah-tengah ruangan itu, kayak jalan di antara meja-meja yang berderet, entah disengaja atau emang natural karena dia tau ada meja-meja di situ. Aku sendiri nggak lihat apa-apa selain ruangan besar yang terang karena selain pintu, jendelanya juga banyak banget dan besar-besar. Yang aku lihat di ruangan-ruangan itu cuma orang pacaran.
Gedung 1 terdiri dari dua lantai, atau tiga, atau empat. Yang jelas, ada satu lantai di atas yang isinya juga lorong sama ruangan-ruangan kayak di lantai bawah. Kalau kamu mau jalan ke ujung lantai 2 ini, kamu akan nemu tangga lagi ke atas. Kata guideku, itu ruang badminton. Tapi yang aku lihat cuma semacam tungku besar, sama kelelawar yang enak banget nggantung di atap-atap. Tapi emang di lantainya ada garis kayak garis di lapangan badminton gitu deh. Mungkin emang kadang masih dipakai.
Ruang Badminton
Nah, kalau sama ruang Badminton ini berarti ada tiga lantai kan. Tapi ada ruang bawah tanah juga di gedung ini. Jadi totalnya ada dua, tiga, atau empat lantai? Terserah, aku lupa nanya sama guide waktu itu.
Nah, ruang bawah tanah ini pintu masuknya dari ruangan di ujung lantai satu gedung ini. Dulu di depan mushola, tapi sekarang musholanya pindah. Jalan ke ujung gedung 1 (ujung yang bukan dekat gedung 2), nanti bakal ada tempat duduk dan bapak-bapak yang keliatan seperti petugas, kalian bisa tanya ke bapak-bapak itu.
Buat ke ruang bawah tanah, rombongan atau enggak, semuanya diwajibkan pakai guide. Logis sih, soalnya aku udah dua kali ke ruang bawah tanah, dan rutenya beda walaupun ngelewatin ruangan-ruangan yang sama. Jangan ngeyel buat nggak pakai guide, karena di sana gelap, banyak air, dan nggak lucu kalau kamu tersesat di sana dan nggak ada yang nemuin terus besoknya keluar berita kalau kamu dibawa makhluk halus ke alam yang berbeda. Oh iya, sampai sekarang masih ada air yang menggenang di ruang bawah tanah, jadi kita harus pakai sepatu boot yang disewakan, senter juga perlu, soalnya silau kalau pake flash.
Ini peringatan di tangga mau ke ruang bawah tanah
Jadi, menurut guide, ruang bawah tanah ini dulunya cuma difungsikan sebagai pendingin ruangan waktu penjajahan Belanda, tapi sejak dijajah Jepang ruangan bawah tanah dijadikan penjara buat para tahanan.
Awal masuk ke ruang bawah tanah, kita akan langsung masuk ke penjara jongkok. Penjara ini terdiri dari satu ruangan yang cukup besar, tapi ada sekat-sekat yang nggak terlalu tinggi yang ngebentuk beberapa persegi, kira-kira ukurannya 1x1 meter, tingginya cuma selutut orang dewasa. Konon, kata guidenya, dulu di tiap persegi itu diisi 4-5 orang dewasa yang ditahan. Mereka jongkok di situ, sampai setinggi lutut tadi, persegi-persegi itu ditutup atasnya dan dipenuhi air. Itu kenapa disebut penjara jongkok.
Salah satu persegi di penjara jongkok, 4 tahun lalu, sampai sekarang masih sama kok. Foto diambil oleh masnya, kata dia ada 2 orang yang jongkok. Kamu pasti lihat. Atau apa kamu lihat ada lebih dari 2 orang yang jongkok?
Aku lebih inget kata-kata guideku 4 tahun yang lalu daripada waktu aku ke ruang bawah tanah waktu SMA. Mungkin karena 4 tahun yang lalu aku cuma dateng berempat, dan waktu SMA sekelas, jadi nggak begitu ngeh apa kata guide.
Setelah dari penjara duduk, guidenya ngarahin ke penjara berdiri. Jadi di penjara berdiri ini, ada sekat-sekat yang kayak sekat kamar mandi umum gitu deh, cuma nggak ada pintunya. Tiap sekat lebarnya nggak ada 1 meter, kayaknya 50 cm, dan ukuran tiap ruangan yang di sekat nggak begitu besar, nggak ada 1x1 meter. Tiap ruangan yang disekat dibuat nampung 3-4 orang dewasa yang ditahan, aku lupa yang ditahan di situ dipenuhin pakai air juga atau enggak.
Habis dari penjara berdiri, ada sebuah lubang kotak kecil yang terhubung ke dunia luar, karena ada sinar matahari yang masuk dari situ. Tapi itu bukan jalan keluar. Justru itu tempat pemenggalan, dulunya, yang kemudian jasadnya ditarik ke luar dan dibuang ke sungai di sebelah tempat parkir motor tadi.
Kotak tempat pemenggalan
Setelah itu, guidenya ngarahin ke sebuah lubang persegi yang katanya merupakan satu-satunya jalan buat ke ruangan selanjutnya. Lagi, aku lupa nanya lubang itu dulunya buat apa. Anggap aja dari dulu udah dipakai buat jalan lah.
Lubang persegi buat jalan
Nah, ruangan yang waktu itu terakhir dikunjungi adalah, aku lupa namanya ruang apa, tapi ini adalah ruang yang sering banget dipakai buat acara uji nyali.
Tanda X itu, kata mas guidenya, tempat orang-orang harus duduk biar bisa lihat 'sesuatu'. Waktu aku ke ruangan ini pas SMA malah lampunya sempet dimatiin, tapi aku nggak ikutan sih, takut, hehe. By the way, kamu nggak liat apa-apa kan di pintunya?
Terus, udah deh, kita nemu tangga lagi buat ke atas setelah dari ruangan itu, dan foto bareng mas guide setelahnya.
Mas-mas guide. Ini 4 tahun yang lalu, waktu aku pertama kali ke Lawang Sewu. Entah ini aneh apa enggak, tapi waktu aku balik lagi ke ruang bawah tanah waktu SMA dan nanyain soal mas-mas ini, nggak ada yang tau, padahal pegawai yang ada di situ kayaknya pegawai lama semua.
Jadi itu tadi penjelasan dikit dan sebatas pengetahuanku soal gedung 1 Lawang Sewu. Selanjutnya, di gedung 2, nggak beda-beda jauh sama gedung 1.
Di gedung 2 juga isinya pintu-pintu dan lorong-lorong. Tapi, gedung ini kayaknya lebih dipakai buat museum, karena hampir di setiap ruangannya ada barang-barang dan papan informasi yang dipajang. Di sini ada spot foto juga, kamu mungkin pernah lihat
Foto dari sini, karena waktu itu ramai banget dan foto sendiri jadinya gelap.
Oh iya, aku nemu ruang makan juga di sini, dan kesannya agak horor sih kalau sepi.
Pintu yang menutup ruang makan, emang nggak bisa dibuka.
Lorong di gedung 2
Di belakang gedung dua, ada lokomotif uap yang dipajang, salah satu spot foto juga tapi sering rame. Nah di belakang lokomotif itu adalah pintu keluar dari Lawang Sewu. Tembusnya ke lampu merah di sebelah gedung Pandanaran. Jadi kalau kamu suka bingung arah (soalnya aku juga sering hehe) ikutin trotoar aja, nanti bakal sampai ke pintu masuk Lawang Sewu tadi dan lurus terus buat ke parkiran motor. Atau mungkin kamu bisa nyebrang jalan kalau mau foto-foto di Tugu Muda dulu.
Rekomendasi ke Lawang Sewu kalau sore, atau siang ke sore. Mungkin lebih serem, tapi jadi lebih elegan karena lampu-lampu mulai dinyalain. Tugu muda juga lebih eksotis kalau ujung tugunya nyala.
Foto sejepretnya soalnya waktu itu belum musim foto bagus
Tiga kali ke Lawang Sewu, untungnya aku nggak nemuin yang aneh-aneh. Cuma, ada yang aneh aja di kameraku sepulangnya aku dari Lawang Sewu.
Waktu pertama kali ke sini, aku nggak tau karena yang bawa kamera dan memanage foto-fotonya bukan aku tapi kakakku, Tapi, waktu ke sini pas SMA, ada yang ganjil di gallery kameraku. Jadi waktu itu aku udah pulang dari Lawang Sewu, di depan SMAku nungguin jemputan. Sambil nungguin, aku lihat-lihat hasil foto seharian. Ada satu foto blank, yang itu gelap doang cuma ada sekelebat cahaya putih yang kayak flash tapi kabur. Aku mau ngehapus foto itu, tapi yang kehapus justru foto setelah itu. Aku sempet coba beberapa kali, yang kehapus tetep foto setelahnya. Temenku ada yang sama-sama masih nunggu jemputan, aku mintain tolong buat ngehapus, siapa tau beda tangan beda hasil, eh ternyata waktu dia hapus sama, yang kehapus justru foto setelahnya. Jadi malah ada beberapa foto yang harusnya nggak kehapus tapi malah kehapus. Untungnya, waktu memory cardnya aku pindahin ke laptop, foto itu bisa aku hapus.
Terus, waktu ke sini terakhir, beberapa bulan yang lalu, aku nggak banyak ngefoto objek sih, aku lebih banyak selfie, dan aku yakin banget nggak ngefoto hal-hal random. Pas aku sampai rumah dan ngecek gallery, banyak foto blank setelah foto terakhir yang aku ambil. Ada sekitar 20 foto yang itu item doang. Tadinya aku kira, handphoneku error, tapi waktu aku klik ternyata itu foto. Tapi untungnya aku langsung bisa ngehapus semua foto blank itu. Aku cerita ke temenku dan kata dia mungkin aku nyalain kamera terus dan kepencet-pencet.
Ya anggap aja gitu.
Kamu percaya?
Komentar
Posting Komentar